Kamis, 29 Agustus 2013

[SONGFICT] GOODBYE SUMMER

Diposting oleh Unknown di 23.47


Tittle: Goodbye Summer
Starring: Choi Sulli and Choi Minho
Author: MinLi MinRi

inspired by f(x)'s song with the same tittle "GOODBYE SUMMER"



Terik matahari semakin menyengat saat aku sampai di depan sebuah gerbang besar. Tempat ini, tempat yang sangat aku rindukan. Tempat penuh kenangan yang mungkin menyakitkan. Senior High School.
Aku merasakan desiran angin menyapu rambut sebahuku dengan lembut saat aku mulai menapakkan kakiku pada anak tangga pintu masuk sekolah ini.
Aku mengamati keadaan sekitar, tidak banyak berubah. Lapangan bola yang tetap sama dengan pohon besar yang masih kokoh berdiri di tepinya.

Aku berjalan lurus menyusuri lorong kelas. Semuanya tetap sama. Hingga mataku menatap lurus pada sebuah ruang kelas yang terletak paling ujung. XII-1, tulisan itu masih tertulis jelas pada papan di depan pintu. Aku menyentuh daun pintu berplitur cokelat itu, mendongakkan kepalaku untuk melihat keadaan di dalam. Namun, tiba-tiba semua memori lamaku menyergap melumpuhkan hatiku. Memori masa sekolahku yang menyedihkan, memoriku tentang cinta pertamaku yang (mungkin) tak terbalas, memori lamaku tentang pertemanan yang menyakitkan.
Perlahan aku melangkahkan kakiku ke dalam ruang kelas. Aku menyentuh beberapa bangku yang aku lewati hingga menuju tempat dudukku masa itu, baris ketiga baris keempat. Beberapa saat aku memandangi bangkuku, kemudian aku mendudukinya. Aku memalingkan kepala melihat bangku di sampingku. Ya, dibangku itu dia dulu duduk, dari bangku itu dulu ia selalu menjahiliku, Choi Minho. Bangku itu kosong, dan kini aku hanya sendiri menatap kosong pada hembusan angin.
Aku memejamkan mataku, dan memori itu kembali menyerangku.


I remember when we were yelled at for talking in the halls
I don’t know why it was so fun even when we were being punished


“Sttt…Sulli-yah.” Bisik Minho memenggilku sambil melempariku sebuah kertas yang sudah diremas.
Aku memandangnya sebal, dia selalu begitu, selalu mengirimkanku pesan-pesan tak penting ketika pelajaran sedang berjalan.
“Buka…Palli…” Pintanya masih dengan berbisik.
Dengan malas aku mau tak mau membuka kertas itu. Aku baca isinya dan sepersekian detik berikutnya aku sudah memandang Minho dengan mata membulat.
Minho terkekeh melihat ekspresiku, dan rasanya aku ingin membunuhnya. Aku melemparkan kertas itu lagi padanya, namun belum sampai Minho membacanya, kertas itu sudah diambil oleh guru kami, Mr.Kim.
Aku menunduk ketakutan, begitu juga dengan Minho.
“Tuan dan Nona Choi, jika kalian merasa tidak perlu mengikuti pelajaranku keluarlah.” Ucap Mr.Kim naik pitam.
Aku masih belum beranjak dari dudukku, meremas ujung rok sekolahku dengan tangan bergetar, aku takut.
“Kalian berdua Berdiri di depan kelas!” Suara Mr.Kim semakin meninggi.
AKu segera berdiri tanpa melihat Mr.Kim kemudian berjalan dengan cepat keluar. Lalu Minho, tentu saja Minho mengekor di belakangku.

Kini tinggallah aku dan Minho yang berdiri dengan satu kaki di angkat berdampingan di depan kelas. Aku malas sekali pada Minho, ini bukan kali pertama dia membuat kami berdiri di depan kelas, ini sudah kesekian kalinya. Dia selalu begitu.
“Sulli-yah…jangan tekuk wajahmu seperti itu, kau jelek.” Kata Minho mengejekku.
Aku melengos sengaja tak ingin melihatnya.
“Yah! Sulli…kau tak boleh bersikap seperti itu pada Oppa.” Celetuknya polos.
“Babo!” Ucapku sambil menoleh pada Minho, tanpa ku sadari seulas senyum tipis tersungging di bibirku.
Minho tersenyum melihatku. Senyum itu, aku baru menyadari bahwa senyum itu sangat menawan. Tiba-tiba aku merasa ada perasaan hangat menjalar ke hatiku.
“Babo! Kenapa kau malah melamun!” Teriaknya tepat di telingaku. Aku terjatuh kaget, dan dia menertawaiku.
“Mwoya…Babo Choi Minho!” aku balik meneriakinya sambil berusaha berdiri.
Untuk beberapa saat kami lupa, kami sedang di hukum dan kami malah saling teriak satu sama lain.
“Sepertinya kalian sangat menikmati hukuman ini, jadi berdirilah di situ sampai bel istirahat.” Kata Mr.Kim marah pada kami sambil membanting keras-keras pintu di depan kami.
Aku dan Minho saling memandang, kemudian tawa kami pecah.
Kali ini aku tak merasa sebal atau semacamnya, aku bahkan merasa senang, menikmati masa hukuman bersama Minho.


Aku tersenyum pahit mengingat memori itu lagi. Memori yang beberapa kali telah menghantui tidur malamku. Dan senyuman menawan Minho yang sudah membekukan hatiku selama bertahun-tahun. Apakah dia juga mengingatnya?
Aku beranjak dari tempat dudukku dan kini mulai berjalan menuju jendela kelas. Pandanganku terkunci saat aku memandang hamparan hijau lapangan sepak bola. Lagi-lagi memori itu menyergapku, aku melihat bayang-bayang diriku mengenakan seragam sekolah dengan rambut sepinggang yang selalu ku ikat sedang berjalan mengekor Minho.

After that day we always stuck together like the Astro twins, you were me and I was you

“Memandanginya dari belakang sekalipun tak mengurangi karismanya.” Bathinku sambil berjalan mengekor di belakang Minho.
“Appo.” Rintihku kesakitan saat tubuhku meabrak tubuh tinggi Minho yang tiba-tiba berhenti tanpa aba-aba.
“Kenapa kau melamun dari tadi?” Ucap Minho sambil menyentil pelan dahi perponiku.
Aku tak dapat berkata apa-apa, hanya dapat tersenyum bodoh padanya.
“Best Friend?” katanya tiba-tiba sambil mengulurkan kelingkingnya dengan mata bulat yang bersinar.
Aku memandanginya tak percaya, hatiku berkecamuk, apakah hanya sebatas itu dia menganggapku.
“Kau melamun?” tanyanya lagi, kelingkingnya masih terulur menunggu balasan dariku.
“Ani….Best Friend.” Ucapku sambil mengaitkan kelingkingku pada kelingkingnya, tak lupa aku tersenyum meski terasa sangat ku paksakan.

Aku hanya mampu tersenyum getir mengingat memori cinta pertamaku. Cinta pertama yang sampai saat ini masih ku pertahankan. Cinta pertama yang hanya ku rasakan sepihak saja. Sedekat apapun aku dan Minho, kami hanya teman, teman baik dan tak lebih.
Aku merapihkan mantel yang ku pakai dan mulai berjalan ke papan tulis dan berusahan mengingat-ingat lagi memori menyakitkan di masa sekolahku.

“Sulli-yah….” Teriak Minho memanggilku.
Aku menoleh melihatnya sedang melambaikan tangan padaku dengan senyum yang merekah seperti biasanya. Jantungku mulai berdegub kencang tak berirama.
Aku berlari kecil menghampirinya dengan senyum bahagia menghiasi bibirku.
“Babo Princess, kau sangat bahagia sekali pagi ini.” Katanya sambil mengacak pelan poni di dahiku.
Aku tak keberatan, malahan aku bahagia.
“Oh ya, aku ingin mengenalkanmu pada seseorang.” Kata Minho kemudian, aku mendongakkan kepalaku melihat siapa yang berdiri di belakang Minho.
“Krystal Jung…” Panggil Minho dan gadis itu keluar dari persembunyiannya (?)
Aku mengulurkan tanganku pada gadis di depanku ini, dia manis dan (mungkin) lebih cantik dari pada aku, meski dia lebih pendek beberapa senti dari padaku, “Choi Sulli.” Kataku memperkenalkan diri padanya.
“Jung Krystal.” Balas gadis itu dengan suara lembutnya.
“Kle, dia teman baikku, My Babo Princess.” Kata Minho mengenalkan aku pada Krystal.
Teman baikku, lagi-lagi kata-kata itu menyakiti hatiku. Minho menganggapku sebatas itu, sedang aku menginginkan lebih.
“Dan Babo Princess, dia adalah teman kecilku yang baru kembali dari Amerika.” Gantian kini Minho mengenalkan Krystal padaku.


You cried so much on the day before graduation
You held it in firmly since you’re a guy
Just like that hot summer when we couldn’t say what we wanted, goodbye


Minho mengulurkan tangannya padaku yang sedang terisak sendiri dipojokan kelas.
Kali ini aku hanya memandangnya nanar, dan mencoba mencari-cari sosok Krystal yang sejak kedatangannya selalu bersama dengan Minho. Krystal tak ada….Aku meraih tangan Minho dan berdiri bersamanya.
“Babo, berhentilah menangis.” Ucapnya lembut sambil mengusap air mataku dengan ujung jarinya.
Perasaanku berkecamuk, entah apa yang ingin aku lakukan, aku ingin berkata jujur padanya tentang perasaanku namun aku tak mampu.
Tiba-tiba Minho merengkuhku, memelukku hangat. Diusapnya rambut panjangku yang kali ini ku biarkan terurai.
“Jangan menangis Princess.” Katanya masih dengan lembut.
“Minho-yah, apakah aku harus merasa bahagia? Besok hari perpisahan sekolah.” Kataku ditengah isakanku dalam pelukan Minho.
“Tentu saja kau harus merasa bahagia, kau lulusan terbaik Sulli-yah, kau menerima beasiswa kuliah di Amerika. Tentu saja kau harus merasa bahagia.” Katanya lemah, aku tak mengerti apa yang sedang ia rasakan apakah sama denganku, namun aku merasa dia berbeda.
“Tapi…setelah itu aku tak akan bersamamu lagi.” Ucapku lirih masih sambil terisak.
Minho tak menjawab apapun, ia semakin mengeratkan pelukannya.

Aku hanya mampu memejamkan mata mengingat memori masa lalu itu, mungkin menyakitkan, namun aku tetap ingin mengingatnya. Mengingat Minho dan menghidupkannya dalam memoriku.

The friend label  is a label that I got to hate
The feelings I’ve hidden still remain as a painful secret memory
The photos that can’t define our relationship is a heartbreaking story
I’m sorry, summer, now goodbye, yeah


Dengan langkah riang aku berjalan menuju lapangan basket, tempat di mana biasanya Minho menghabiskan waktu istirahatnya selain denganku.ditanganku aku membawa selembar foto dimana aku dan Minho sedang berpose gila dengan senyum bahagia.

Aku melambaikan tanganku pada Minho yang sedang mencoba memasukkan bola ke ring.
“Babo…” Teriakku membuyarkan konsentrasinya sehingga bola yang ia pegang ia lempar entah kemana arahnya.
Minho mengalihkan pandangannya padaku, kesal.
“Ya! Choi Sulli kau merusak konsentrasiku !” Teriaknya sambil berlari ke arahku.
Aku berlari mencoba menghindari Minho, dan terjadilah kejar-kejaran diantara kami, seperti Tom dan Jerry.
“Ya Ya! Choi Sulli sejak kapan kau bisa berlari secepat itu.” Teriak Minho, ia berhenti berlari dan kini kedua tangannya memegang lututnya, ngos-ngosan.
Aku menghentikan lariku dan menghampiri Minho.
“Tadaaaa……Lihat ini.” Ucapku sambil menunjukkan foto yang ku bawa tadi pada Minho.
Minho memandang sejenak padaku kemudian merebut foto itu dari tanganku.
Ia tersenyum sejenak memandang foto tadi, kemudian diraihnya kedua sisi pipiku dan memandangku entah aku pun tak tahu artinya.
Aku merasa jantungku berhenti berdetak,tatapan itu membuat hatiku meleleh. Pipiku rasanya memerah.
“Yaaa….ekspresi apa ini.” Teriak Minho, tawanya pecah.
Aku merasa…merasa sangat malu…apa yang barusan terjadi, ekspresi apa yang kuperlihatkan…aaaa baboya Sulli.
“Kau manis sekali…” Kata Minho sambil mencubit gemas kedua pipiku.
Aku mencoba tersenyum menghilangkan rasa Maluku.
“Oppa…apa yang kalian lakukan di sini, kenap tak mengajakku?” Teriak Krystal yang baru datang sambil merengkuh bahuku dan bahu Minho, merangkulnya.
Minho dengan tergesa-gesa melepaskan tangannya dari pipiku. Dan lagi-lagi sikapnya itu menyakitiku. Dia….apakah dia menyukai Krystal?
Hatiku berdesir, aku merasa sakit.


Aku beranjak menuju keluar kelas. Menapaki tangga dan berjalan menuju lantai paling atas. Ya…di sana aku dan Minho sering menghabiskan waktu bersama. Aku ingat dia sering sekali meringkuk di sana sambil memandangi pemandangan kota ketika ia sedang dirundung masalah. Dan aku, tentu saja aku yang setia menemaninya dan memandanginya dengan tatapan kagum yang ku sembunyikan.
Aku memegang knop pintu ketika aku meraih anak tangga terakhir, tanpa ragu aku membuka pintu itu dan melangkahkan kakiku keluar.
Angin musim panas menerpa wajah putihku dengan angkuhnya. Aku berjalan semakin keluar, mataku mengamati, dan sama sekali tak ada yang berubah. Ini tempat favoritku dan Minho sama seperti tujuh tahun yang lalu.

What do I say, we didn’t have to play no games
I should’ve took that chance, I should’ve asked for you to stay
And it gets me down the unsaid words that still remain
The story ended without even starting

Aku menghentikan langkahku, mengintip pada cela pintu  lantai atas yang terbuka sedikit. Aku mendengar sayup-sayup suara yang terdengar. Ya suara itu tak asing lagi, itu Suara Minho.
“Babo-ya, kenapa berbicara sendiri seperti itu.” Gumamku sambil tersenyum simpul, aku hendak mendorong pintu itu namun aku berhenti ketika mendengar suara isakan seorang gadis.
Tiba-tiba aku merasa hatiku terasa berat dan sesak. Minho membagi tempat favorit kami pada orang lain. Bukankah dia pernah berjanji padaku tak akan membawa siapapun ke tempat ini kecuali aku. Aku merasa sangat tersinggung, Minho…Minho mengingkari janjinya, dia membagi ruang yang seharusnya hanya menjadi milik kami berdua dengan orang lain.
Tanganku bergetar, dan mataku muali berkaca-kaca.
Aku memberanikan diri membuka pintu itu lebih lebar sedikit, dan mendapati Krystal sedang berdiri beberapa langkah dari Minho dengan mata yang penuh dengan air mata.
Aku tak tahu apa yang sedang terjadi dan tak tahu apa yang sedang mereka bicarakan, yang aku tahu sedetik kemudian Minho memeluk Krystal, dan gadis itu menyandarkan kepalanya pada bahu Minho.
Sungguh aku tak tahan lagi melihat pemandangan di depan mataku ini. Tanpa bersuara aku meninggalkan mereka dengan air mata yang terus dan terus menetes.

Aku membuka kedua tanganku lebar-lebar, bagai burung yang bersiap untuk terbang. Aku membiarkan angin musim panas menerpa wajahku. Berharap dengan itu, rasa sakit hati yang aku rasakan ikut terbang bersama angin
Pikiranku tiba-tiba terbang ke masa saat hari kelulusan. Aku berdiri dengan cantik mengenakan gaun berwarna merah muda, melihat Minho sedang bernyanyi di atas panggung untuk pesta perpisahan sekolah. Aku, gadis lugu yang hanya mampu memandang kagum padanya dari bawah poanggung.

Your song on the last day of the school festival, the flickering summer sea
Our feelings that were precious because we were together
Like the deepening night sky, goodbye

“Sulli-yah…congratulation.” Bisik Minho padaku yang baru saja turun dari atas panggung menerima penghargaan.
Aku menoleh padanya dengan senyum termanis yang aku punya.
Minho, kali ini dia terlihat sangat tampan menggunakan tuksedo hitam itu. Dia memang tampan. Untuk beberapa saat aku dibuatnya terpana.
“Babo Princess, kenapa kau melamun?” Tanya Minho dengan mata membukat tepat di depan mataku.
Aku tersenyum canggung, “Ani..” Jawabku menggeleng-gelengkan kepala.
Minho tak dapat berkata apa-apa, ia hanya memandangku dan ikut tersenyum bersamaku.

“Kita panggilkan Choi Minho….” AKu tak tahu pasti apa yang sedang terjadi karena saat ini perhatianku dicuri oleh Minho, MC memanggil nama Minho. Minho sempat mengedipkan sebelah matanya padaku sebelum ia beranjak dan berjalan menuju atas panggung.
Aku hanya mampu memandangi Minho dengan tatapan terpana. Laki-laki itu memang tak pernah gagal untuk mengalihkan duniaku.

“The friend label is a label that I got to hate
The feelings I’ve hidden still remain as a painful secret memory
The photos that can’t define our relationship is a heartbreaking story
I’m sorry, summer, now goodbye, yeah

What do I say, we didn’t have to play no games
I should’ve took that chance, I should’ve asked for you to stay
And it gets me down the unsaid words that still remain
The story ended without even starting”

Suara Minho mengalun indah membawakan sebuah lagu yang mungkin dapat menggambarkan diriku selama ini, Goodbye Summer.

Minho mengakhiri lagunya dengan sangat apik, sorak sorai penonton terdengar riuh meriah menyorakinya. Aku hanya mampu memandangnya dengan bangga dan perasaan yang campur aduk, aku mencintai laki-laki itu.

Minho memandangku dan melambaikan tangan padaku dari atas panggung, akan tetapi belum sempat aku membalas lambaian tangannya, tiba-tiba Krystal menaiki panggung dan mengecup kilat pipi Minho.Minho hanya terpaku, merasa kaget dan tak percaya dengan apa yang baru saja Krystal lakukan.
Dzzzz. Suasana seperti membeku. Aku menatap kosong pada sekelilingku. Riuh orang-orang tak terdengar di telingaku.
Aku merasa sangat pusing. Apa-apaan ini.

“Aku kira dia berpacaran dengan Choi Sulli.” Hanya kalimat acak itu satu-satunya yang mampu aku dengar kali ini. Ya, aku juga menginginkan seperti itu, tapi kenyataannya tak begitu. Krystal, gadis itu mungkin yang menjadi kekasih Minho.

Aku berlarisekuat tenagaku menghindari kerumunan itu, lagi-lagi mataku sudah penuh dengan air mata.
“Babo..Sulli Babo.” Aku menghardik pada diriku sendiri.
Aku terus berlari sambil terisak-isak, sama sekali aku tak berminat memperhatikan orang-orang yang memperhatikan aku dengan aneh.
Aku gadis yang sedang patah hati.

Aku membuka mataku dan menarik napas kuat-kuat. Aku menyentuh dada kiriku, sesak, aku bahkan masih merasakan sesak tiap kali mengingat memori itu. Ya, tujuh tahun sudah berlalu, tapi perasaanku padanya tak dapat berlalu begitu saja.

Mataku tertarik pada sebuah loker yang masih berada di sana. Itu adalah loker kami, tempat kami menyimpan seluruh barang kesayangan kami. Aku baru ingat sebelum aku pergi ke Amerika aku lupa memungutnya dari loker itu.
Aku berjalan pelan menuju loker itu, dan menyentuh loker itu, terasa dingin. Aku mencoba memutar kunci kode yang dulu. 29393.
*KLEK* Loker terbuka. Aku heran, kenapa selama ini namun kodenya masih sama. Apa dia tak menggantinya. Atau dia tak pernah datang untuk melihatnya lagi setelah hari kelulusan itu?
Aku mencoba membuka loker itu perlahan, tapi aku tak menemukan barang-barangku yang dulu.
Namun, ada selembar amplop berwarna merah muda di sana. Aku meraihnya dan mendapati namaku tertera di sana.
Dengan jantung yang tiba-tiba berdegub tak berirama, aku mengeluarkan kertas dari dalam amplop itu. Membaca dengan seksama tulisan tangan yang sudah taka sing lagi bagiku dengan mata sedikit berkaca-kaca.


Dear: My (Babo) Princess Sulli Choi

June, 2006

Saat angin musim panas berhembus menerpa wajahku, sehari setelah hari kelulusan aku menuliskan surat ini.

Sulli-yah, maafkan atas semua hal bodoh yang selalu ku lakukan padamu. Aku hanya….tak mampu mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya padamu.
Sejak hari itu, ketika kau bernyanyi di depan kelas, sejak kau mengerjapkan matamu padaku, sejak itu sebenarnyaaku mulai menyukaimu.
Aku tak tahu bagaimana cara bersikap padamu, aku takut perasaan ini hanya perasaan sepihak, oleh karena itu aku memintamu menjadi teman baikku. Aku hanya tak ingin kehilanganmu, aku hanya tak ingin kau berpaling dariku.

Aku melihatmu berlari sambil menangis saat di lantai paling atas sekolah, aku tahu kau melihatku bersama Krystal. Tapi aku tak dapat melakukan apapun. Maafkan aku.

Aku juga melihatmu meninggalkan pesta perpisahan sambil menangis, dan aku tetap tak bisa berbuat apa-apa. Maafkan aku.

Dia, Krystal, menyukaiku sejak kami kecil. Aku sempat menyukainya tapi itu dulu, sebelum aku bertemu denganmu. Setelah aku menemukanmu, kau berhasil mencuri segala perasaanku.

Sulli-yah, aku tak tahu apa tang kau rasakan padaku, tapi kau harus tahu jantungku terus berdetak kencang ketika kau di dekatku. Aku mencintaimu Choi Sulli, maafkan aku jika ini terlalu terlambat karena mungkin sekarang hari ini kau telah berada dalam pesawat menuju Amerika. Maafkan aku, tapi aku…aku sangat menncintaimu.

Aku tak tahu kapan surat ini akan kau baca, tapi dalam hati kecilku aku yakin kau akan membacanya suatu saat, meski kita sudah beranjak menjadi seorang dewasa.

Sekali lagi aku ingin ucapkan, Saranghae, jongmal.


Choi Minho


Aku memejamkan mataku, tak percaya dengan semua yang sebenarnya terjadi. Minho, dia juga merasakan hal yang sama denganku. Perasaanku berbalas. Tapi…tapi…apakah ini sudah terlambat…apakah dia masih menyimpan perasaan itu padaku.

“Aku tak pernah salah, aku yakin kau akan ke sini suatu saat, dan sekarang kau di sini.” Aku mendengar suara berat dari belakangku. Suara itu…suara itu… tak asing lagi. Apa ini hanya ilusiku?

Perlahan aku membalik badanku, dengan enggan aku menatap laki-laki yang berdiri di depanku, dia…Minho.
Minho kini telah dewasa, badannya lebih berotot dan lebih berwibawa. Dia telah berubah. Namun ada satu yang sama sekali tak berubah, dia selalu mampu mengalihkan duniaku.

“Babo!” Teriaknya, senyum menawan itu kini tersungging di bibirnya.
Aku tak dapat berkata apa-apa, aku terpana melihat cinta pertamakukini berdiri tepat di depanku.
“Kanapa kau melamun? Apa kau tak merindukanku Princess?” Goda Minho padaku.
“Babo!” Tetiakku akhirnya.
Minho tersenyum memandangku yang hanya berada beberapa langkah di depannya.
“Berhenti menangis, maafkan aku.” Katanya mulai melembut. Aku tak mampu menjawab, hanya mengangguk pelan.
“SULLI SARANGHAE….” Teriaknya keras-keras.
Aku merasa pipiku memerah seperti kepiting rebus. Laki-laki ini sungguh mampu membuatku tak mampu berkata apa-apa.
Minho berjalan mendekat padaku. Dan tepat selangkah di depanku ia berhenti.
“Sudah lama aku ingin mengatakan itu padamu.” Katanya, “Saranghae Sulli.” Lanjutnya lagi.
Aku memandang laki-laki kekar di depanku, air mataku terus saja jatuh. Aku merasa senang kali ini.
“Saranghae Sulli..” Ucapnya lagi mengetahui aku tak meresponnya.
“Nado Choi Minho.” Balasku malu-malu.

Minho meraih tubuhku dan menenggelamkannya dalam pelukan hangatnya.
Cinta pertamaku, tak berakhir menyedihkan. Cinta pertamaku berbalas. Laki-laki ini, Choi Minho, dia milikku. ^^


0 komentar:

Posting Komentar

 

Embun's Heart Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea