Minggu, 15 September 2013

Sulli Choi and Etude House

Diposting oleh Unknown di 20.06 0 komentar
mmmm.... para penggemar brand korea Etude House, para Minsullians, para Sullians, dan mungkin para Shawol udah tau kan kalau mulai tahun 2013 ini Sulli f(x) menjadi salah satu ambassador produk Etude House bareng Krystal f(x) dan juga SHINee...

Semenjak Sulli jadi salah satu iconnya Etude House nih, aku jadi demen banget sama produk-produknya, apalagi yang di iklanin Sulli.kyaaaaaa

Nah dan di sini aku cuma mau share foto Sulli Etude House yang boleh nemu dari mbah google... creditnya dari berbagai macam sumber digoogle.... dan aku enggak oline shop atau jual barang etude house loh ya... jangan salah sangka (kekeke)....





















udah segini dulu share piku-pikunya Sulli di Etude House....mungkin lain kali bakal buat postingan tentang video-video Sulli di Etude House (amin moga-moga bisa tercapai)
papai....

MY FAVORITE MINSUL MOMENT [SEBAGIAN]

Diposting oleh Unknown di 19.11 0 komentar

Nah ini salah satu cuplikan dari Amazing f(x) dimana Minho telpon Sulli.Ini salah satu moment yang paling aku suka, karena di sini ekspresi Sulli dan suara Minho di telepon itu nggak bisa bohong... They're just like a lovey dovey couple......



Kalo ini salah satu BTS TTBY yang dikeluarin di TTBY Japan DVD. Ini juga merupakan salah satu BTS fav aku banget karena Minho di sini deket-deket Sulli  mulu deh ngga peduli padahal banyak kamera berserakan (bahasa apa?)

Nah ini juga BTSnya TTBY... di sini mereka senyum bahagia banget.... plusnya nih mereka juga sempet-sempetnya pegangan tangan.... Lupa kali yah mereka kalo di depan kamera...hahahaha
 


coba video di atas... aku suka pake banget deh....

Sebenernya masih banyak lagi sih favorite aku, bahkan mungkin hampir semua minsul moment itu favorite aku semua......pokoknya Minsul Jjang deh!!!
papay....

[ONESHOT] PAINFUL LOVE

Diposting oleh Unknown di 00.50 2 komentar


Tittle: Painful Love
Cast: Just Sulli and Minho
Genre: Sad
Author: MinLi MinRi

NB: Yang ditulis miring adalah sebuah flashback. Mianhe jika gaje.



Jika aku mampu mengendalikan perasaanku, mungkin aku tak akan berakhir seperti ini. Seharusnya, dari awal aku tak pernah menyambut uluran tanganmu dan seharusnya aku mengabaikan senyum menawan yang kau lemparkan hari itu.


“ Sulli-ya….” Teriak seorang laki – laki, ia berlari ke arah seorang gadis yang terduduk lesu di bawah guyuran hujan. Ia menerjang derasnya hujan yang turun kala itu, ia tak peduli meskipun tubuhnya harus basah kuyub, yang terpenting baginya saat ini adalah menyelamatkan teman perempuan yang ( diam – diam ) ia cintai.
Ia meraih kedua sisi pundak gadis itu. Tangannya sedikit bergetar, rasanya ingin sekali ia memeluk gadis pujaannya. Tapi, ia tak bisa melakukan itu karena dia bukan siapa – siapa.
“Sulli-ya…” Ucap laki – laki tadi, kali ini ia mencoba untuk memegang kedua pipi gadis dihadapannya meski dengan tangan yang bergetar.
Gadis itu mengangkat wajahnya, dan memberanikan diri memandang bola mata bening di hadapannya.
“Minho-ya” Lirih gadis itu, suaranya hampir tak terdengar karena kerasnya suara hujan yang turun.
Belum sempat berkata apa-apa, gadis itu sudah menghambur dalam pelukan Minho. Jantung Minho seperti ingin berhenti seketika itu. Tangannya menggantung antara enggan membalas pelukan gadis itu dan ingin memeluknya erat seakan tak ingin melepaskannya lagi.
“ Semua akan baik-baik saja Sulli-ya.” Kata Minho akhirnya membalas pelukan Sulli.
Sulli terisak dalam pelukan Minho tanpa suara, namun tangisnya semakin menjadi saat Minho mengusap punggungnya bagai seorang ayah yang sedang mendiamkan putrinya yang sedang menangis.


Kau mengangkatku dari rasa sakit yang ku rasakan sebelumnya, tapi tiba – tiba kau menghempaskanku, kau membuat aku terjatuh sangat dalam. Dan kau tak pernah tau, aku terluka lebih parah kali ini.
Awalnya aku menganggap kau adalah malaikatku, orang yang telah meghadirkan tawa dan canda di hari-hari kelabuku, ternyata aku salah, kau sama, kau sama seperti laki-laki lain. Kau meninggalkanku, kau meninggalkanku saat aku ingin bangkit dari keterpurukan.

Minho berjalan menghampiri Sulli yang sedang duduk melamun di bangku taman. Mata gadis itu terlihat hampa, tanpa semangat.
Minho semakin mendekat, ia mencoba mengabaikan jantungnya yang terus menerus berdetak seperti genderang perang yang ditabuh tak beraturan.
“Sulli-ya…”Sapa Minho ceria, mencoba menyembunyikan guratan rasa gugup yang ia rasakan dalam hatinya.
Sulli menoleh pada Minho yang kini telah duduk di sampingnya, tatapannya datar, tanpa semangat.
Minho merasa dadanya sangat sesak melihat gadis pujaannya seperti mayat hidup, tanpa semangat, tanpa senyum ceria yang biasa ia pamerkan.
“Sulli-ya, aku membawakan lili putih kesukaanmu.” Ucap Minho dengan (mencoba) santai sambil menyerahkan seikat bunga lili putih pada Sulli.
Mata Sulli berkaca – kaca, semua kenangan (yang dulunya) indah tentang lili putih itu silih berganti menyergap pikirannya. Ia tak dapat lagi menahan air mata, butiran-butiran bening itu akhirnya turun dengan bebas melewati pipi putihnya.
“Sulli….” Ucap Minho lirih, ia tau ia salah telah mengingatkan Sulli pada kenangan buruk tentang lili putih.
Sulli mengabaikan Minho yang mulai hawatir. Ia segera meraih seikat lili putih di tangan Minho. Mencium aromanya sejenak, kemudian mulai memandang langit lagi.
Minho memandang Sulli dengan tatapan nanar. Hatinya benar-benar tersiksa melihat gadis pujaannya berubah menjadi gadis tanpa semangat karena laki-laki lain.
“Sulli-ya…Aku akan selalu menjagamu…aku berjanji padamu…aku akan menghadirkan senyuman ceriamu seperti semula. Aku berjanji.” Kata Minho pada Sulli. Entah bisikan malaikat mana yang membuat Minho berani berkata seperti itu. Bukankah selama ini ia  seorang pengecut yang hanya bisa mengagumi Sulli diam-diam, hanya bisa menyelipkan surat tanpa nama di loker Sulli.


Aku mencintaimu. Sungguh. Aku yakin kau tahu itu. Namun kenapa semua harus berakhir sesakit ini? Aku tak mengerti kenapa Nasib mempermainkanku seperti ini. Kenapa aku (lagi-lagi) harus kehilangan?

“Kau tahu Minho-ya, terkadang kita tidak boleh menyerahkan seluruh hati kita pada seseorang. Karena pada saat ia pergi dan mengabaikanmu, kau akan mati, tanpa hati, tanpa rasa.” Kata Sulli tanpa memandang Minho yang masih setia duduk di sampingnya.
Minho hanya memandang Sulli tanpa kata. Memandang Sulli yang ia cintai (diam-diam). Memandang Sulli yang menawan ketika angin musim semi menyibak rambut lurusnya.
“Kau begitu cantik, bahkan ketika kau tak tersenyum kau masih terlihat cantik. Walaupun begitu, akutetap merindukan senyummu.” Kata Minho lirih tapi Sulli masih mampu menangkap suara Minho itu.
Sulli menoleh sebentar, ia merasa tak percaya dengan apa yang ia dengar. Tak ingin berkomentar apapun, tapi percaya atau tidak kata-kata Minho tadi mampu membuat Sulli mengulum senyum meski sangat tipis, seperti mantra.


Seharusnya aku tak mengulang kebodohan yang sama. Terlalu percaya pada cinta dan membiarkanmu masuk menerobos hatiku begitu saja.


Sulli melambaikan tangan pada Minho yang telah menunggunya di bangku taman favorit mereka. Bangku taman yang menjadi saksi bisu setianya Minho yang selalu menunggu Sulli yang sering duduk di bangku itu lima bulan terakhir, untuk mengikis rasa sakit hati yang ia dapat dari seorang laki-laki brengsek yang telah meninggalkannya untuk bersama gadis lain.
Minho lega melihat Sulli berjalan mendekat dengan wajah sumringah, dan senyum menawan. Old Sulli is back.
Ini sudah lima bulan lebih, akhirnya Minho dapat melihat wajah sempurna pujaannya itu tersenyum. Hatinya merasa hangat.
“Bunga lili putih kesukaanmu.” Kata Minho sambil menyerahkan seikat lili putih pada Sulli.
Tak seperti sebelumnya, kali ini Sulli menerima bunga itu dengan senyum yang mengembang lebar di bibirnya. “Gomawo.” Katanya
Hati Minho meleleh, melihat mata gadis pujaannya telah bersinar seperti sebelumnya.
                Perlahan minho memegang tangan Sulli. Meski sedikit terperanjat, tapi Sulli mencoba tetap biasa.
                “Saranghe…” Kata Minho dengan tatapan yang sangat dalam langsung ke mata Sulli.
Sulli merasa ada yang berdesir dalam hatinya. Jantungnya berdetak kencang. Sudah lama ia tak merasa seperti ini. Lidah Sulli kelu, ia tak mampu mengucap apapun.
“Sejujurnya, aku mencintaimu sejak lama. Hanya saja aku telalu pengecut untuk mengungkapkannya padamu.” Kata Minho mencoba menceritakan hatinya.
Sulli masih terus terdiam, tatapan mata yang tadinya hangat berubah menjadi tatapan dingin.
“Aku tak memaksamu untuk menjawabku. Jika kau ingin belajar agar terbiasa merasakan cintaku, aku tak akan keberatan.”  Ucap Minho sekali lagi sambil mempererat pegangan tangannya pada tangan Sulli.
Sulli tak berkomentar. Ia hanya mengangguk perlahan. Dan itu sudah mampu untuk membuat Minho mengulum senyum kelegaan. Cintanya terbalas, meski belum sepenuhnya.


Sejak dulu, seharusnya aku tak melunakkan hatiku. Tak perlu mencoba mengertimu. Tak perlu memerhatikanmu sedetail itu.
Semua cerita manis yang kau tuliskan dilembaran hari baruku perlahan memudar. Semuanya berlalu. Semuanya berakhir. Ini bukanlah akhir yang ku inginkan. Tapi sungguh, ini tak dapat terelakkan.
Mataku hanya bisa memandang nanar pada gaun pengantin yang telah kau pesankan untukku. Seharusnya, hari ini kau sedang bersamaku. Berdiri di atas altar, mengikrarkan janji suci sehidup semati. Tapi, kau malah pergi. Pergi meninggalkanku sendiri penuh luka yang menganga.


Tujuh hari lagi.
Sulli tersenyum memandang kalender yang berdiri di meja riasnya. Senyum mengembang bagai bunga di musim semi. Tujuh hari lagi, gadis yang dulu hampir kehilangan kebahagiaan akan mengikrarkan janji setia sehidup semati dengan pangeran penyelamat jiwanya, Minho.
“Yeoboseo Oppa” Suara renyah gadis itu mengisi ruang kamar sempit miliknya ketika mendapati ponselnya berbunyi.
Matanya semakin bersinar ketika mendengar suara lembut laki-laki di seberang sana yang menyapanya penuh kasih.
Minho, bagai anugerah bagai Sulli. Minho mampu mengangkat Sulli dari masa-masa kelamnya. Minho mampu menghadirkan pelangi keceriaan di hari-hari Sulli.
“Oppa akan menjemputmu chagi-ya.” Ucap Minho di seberang teleponnya.
“Kemanakah Oppa?” mata Sulli membulat bertanya-tanya.
Terdengar samar suara Minho terkekeh membayangkan ekspresi penasaran kekasihnya.
“Oppa, kenapa malah tertawa?kita mau kemana?” rengek Sulli manja.
“Bersiaplah chagi, Oppa akan segera menjemputmu. Dandanlah secantik mungkin karena Oppa merindukanmu.” Kata Minho kemudian memutuskan sambungan ponselnya.
Sulli hanya mampu tersenyum bahagia pada dirinya sendiri. Tujuh hari lagi, ia akan menjadi pengantin. Tujuh hari lagi ia akan menjadi seorang istri. Tujuh hari lagi ia akan menjadi wanita paling bahagia.


Kau pernah menjadi anugerah. Kau pernah menjadi malaikat penyelamat bagiku. Tapi semua hanya semu. Kebahagiaan yang kau beri padaku, tak pernah menjadi kebahagiaan abadi seperti yang pernah kau janjikan.
Aku kecewa. Hatiku sangat hancur. Seharusnya hari ini aku telah menjadi istrimu. Namun, kau malah meninggalkanku. Kau tak tahu, sejak hari kau meninggalkanku tujuh hari yang lalu, aku selalu tersungkur di sudut kamarku. Meratapi takdirku. Berharap semua hanya mimpi, dan kau masih berada di sampingku.


“Sulli-ya…kau sudah bangun?” Tanya ibu Sulli panic ketika melihat Sulli mulai membuka matanya.
Ibu Sulli tak mampu menahan emosinya, tangisnya pecah. Rasa-rasanya ia tak sanggup melihat putrinya menderita sekali lagi.
“Umma, ini di mana? Mana Minho Oppa?” Tanya Sulli pada Ibunya seketika ia sadarkan diri dari pingsan beberapa jam.
Ibu Sulli semakin tak bisa mengendalikan air matanya. Ia tak akan mampu memberitahukan pada putri cantiknya tentang keadaan calon suaminya.
Sulli semakin histeris saat Ibunya tak memberikan jawaban. Ia mengingat semuanya, mengingat kejadian beberapa jam yang lalu saat ia dan Minho menaiki mobil dalam perjalanan mengambil gaun pengantin yang seharusnya ia gunakan pada pesta pernikahannya….. tujuh hari lagi.
Sulli mengingat saat tiba-tiba ada truk besar yang keluar jalur. Sulli mengingat saat Minho membanting stirnya dan mereka berteriak kencang saat mobil yang mereka kendarai menabrak pembatas jalan kemudian terbalik. Sulli juga mengingat, sebelum ia tak sadarkan diri, ia sempat melihat Minho diam saja, kepalanya mengeluarkan banyak sekali darah.
Sulli menggelengkan kepalanya, “Tidak…jangan….Umma….Minho Oppa…”
“Chagi-ya, dia telah pergi. Biarkan dia, ikhlaskanlah.” Kata Umma Sulli.
Sulli menangis sejadinya. Menyadari bahwa calon suaminya telah tiada. Calon suami yang sangat ia cintai, yang akan menikahinya tujuh hari lagi.
“Oppa….Minho….” Teriak Sulli mengelak dari kenyataan yang terjadi.


Kau tak  tahu. Air mataku selalu terurai tak tertahankan semenjak  kau meninggalkanku.
Suara hangatmu selalu menyergap dalam mimpi malamku. Aku mencoba untuk menghardiknya, tapi tak bisa, kau tetap hadir di mimpiku. Dulu, mimpi seperti itu merupakan mimpi inidah. Namun, yang ada sekarang mimpi itu menjadi mimpi buruk. Ya mimpi buruk karena kenyataannya aku tak akan pernah bisa melihatmu lagi. Aku tak akan mendengar lagi suara hangatmu. Aku tak akan bisa menjadi istrimu, calon istri yang kau tinggalkan tujuh hari yang lalu.
Bagaimana aku bisa melupakanmu? Sedangkan kenangan kita selalu hadir bahkan ketika aku menutup mata. Seandainya kau mengajarkanku cara untuk melupakanmu sebelum kau pergi. Mungkin aku tak akan merasa sesakit ini. Seandainya kau mengajarkanku cara untuk membencimu sebelum kau pergi, pasti aku tak akan terluka separah ini. Kau terlalu sempurna di mataku, bahkan kau tak pernah memberiku celah untuk mendapati keburukanmu. Kau terlalu indah, dan aku membenci itu sekarang.
Aku sadar aku tak dapat berbuat apa-apa lagi karena kau sudah pergi seperti berengsek lain yang meniggalkanku. Tapi yang perlu kau tahu, aku mencintaimu. Sangat mencintaimu.

[FANFICTION] My Only One | Chapter 7

Diposting oleh Unknown di 00.15 2 komentar



Tittle: My Only One

Author: minRi minLi

Genre: Family Romance

Length: Sequel


Chapter 7: Awkward


Minho’s Pov

Aku baru sampai di lokasi shooting. Aku melihat sekeliling mencari seseorang, tapi mataku tak menemukan keberadaanya.
Tak lama kemudian aku melihat sebuah mobil hitam memasuki lokasi shooting, aku memperhatikan mobil itu, aku melihat seorang pria yang tinggi dan sangat rapi turun dari mobil. Tapi tunggu, ternyata dia membukakan pintu untuk seseorang yang masih berada di dalam. Itu seorang perempuan.

Mataku terbelalak ketika melihat siapa yang turun dari mobil itu, Sulli, dia datang bersama seorang laki – laki? APakah dia sudah menikah lagi ? Pertanyaan itu berkecamuk dalam hatiku

Aku melihat mereka tersenyum satu sama lain, aishhhh menjijikkan, mereka bertingkah seperti sepasang remaja yang sedang jatuh cinta.

“Sulli…” Gamamku

Aku merasa ada sesuatu perasaan aneh dalam hatiku melihat Sulli berdiri di sana dan tersenyum hangat pada lelaki lain, dulu senyum itu hanya untukku.

“Aishhhh Choi Minho apa yang kau pikirkan, Sulli itu masa lalu, tak usah pedulikan dia, itu hidupnya sendiri. Buakankah kau juga menyukai Jiyeon ?” KAtaku meyakinkan diriku sendiri.

Sulli berjalan dan mata kami bertemu.
“Sial. Dia memergokiku.” Umpatku dalam hati

Sulli tak memandangku dan menundukkan wajahnya,dia berjalan lurus tanpa mempedulikan aku.

“Aishhh perempuan satu ini benar-benar.” Gumamku dalam hati


Sulli’s Pov
( Backsong Suzzy Miss A- So Many Tears)

Aku melewati Minho tanpa melihatnya, rasanya aku tidak akan mampu kalau harus melihat matanya.
PAndangan Minho sangat dingin terhadapku, hatiku terasa sangat sakit dengan pandangan mata Minho. Walau bagaimanapun aku tak pernah bersalah padanya, dia yang meninggalkanku, kenapa malah dia yang bersikap dingin seperti ini padaku, ini semua seolah – olah aku yang bersalah dan meninggalkannya.


“Nyonya Choi.” Sapa sang produser pada Sulli
“Annyeong.” Kata Sulli memberikan salam sambil membungkukkan tubuh.
“Bagaimana, apakah kau sudah siap ?” tanya sang produser
Sulli mengangguk sambil tersenyum
“Nah itu actor Minho, ternyata dia sudah datang.” KAta sang produser sambil memandang Minho yang masih berdiri dengan tatapan dinginnya.
Sulli mengikuti pandangan sang produser, tatapan Sulli terlihat sedih.
“Minho-yah.” Panggil Produser sambil melambaikan tangan sebagai isyarat agar Minho bergabung dengannya dan Sulli.

Minho berjalan agak ragu mendekat ke arah produser dan Sulli.
Suasana kikuk terjadi diantara Minho dan sulli. Sulli lagi lagi tak memandang Minho, begitupun dengan Minho, mereka hanya diam.

“Nyonya, ini actor kita, semoga kalian dapat bekerja sama dengan baik.” Kata sang produser sambil menepuk bahu Minho

Keduanya, Sulli dan Minho hanya tersenyum.

“Mari kita mulai saja, Minho-yah, kau harus segera mengganti kostummu, ikutlah dengan nyonya Choi, dia akan memilihkan kostum yang cocok.” Kata Produser kemudian pergi menjauh dari mereka berdua dan menghampiri staff yang lain.

Minho dan Sulli sekarang tinggal berdua, suasana di antara mereka sangatlah canggung. Bahkan mereka tak tahu bagaimana caranya untuk saling menyapa.

“Annyeong.” Kata Minho memulai pembicaraan meski terdengar sangat kaku
“Annyeong.” Balas Sulli singkat
“Lama tak bertemu.” Minho berbasa basi
Sulli kali ini memberanikan diri memandang Minho.
“Kau terlihat lebih kurus.” Lanjut Minho
Sulli diam dan tak percaya dengan apa yang di dengarnya.
“Ohh…” gumam Sulli lirih tapi masih mampu didengar oleh Minho.
“Semoga kita dapat bekerjasama secara baik dan professional.” Kata Minho pada Sulli.
“Ne.” Balas Sulli, kemudian berjalan menuju ruang make up.

Minho mengikuti Sulli dari belakang.

“Tatapan itu, sedikit berbeda, dia menatapku dengan cara yang berbeda.” Kata Minho dalam Hati

Sulli melirik sekilas ke belakang dan melihat Minho mengikutinya, Sulli tersenyum tipis.



Sulli dan Minho saat ini sedang berada di ruang Make Up, Sulli menyerahkan kostum pada Minho dan menyuruhnya untuk mengganti bajunya dengan kostum yang sudah Sulli pilihkan.

“Pakailah ini Oppa.” Kata Sulli sambil meneyerahkan Kostum pada Minho
Minho menerima kostum itu dan mengganti bajunya. Ketika dia keluar, dia sudah tak mendapati Sulli berada di sana. Tapi Sulli sedang mengarahkan asistennya untuk menyerahkan kostum – kostum lain pada para actor dan aktris yang terlibat.


Pukul 23.50 KST

Sulli sedang berada di pinggir jalan sepertinya dia sedang menunggu taksi.

Minho’s Pov

Sulli, aku melihatnya sedang berdiri di tepi jalan menunggu taksi. Apa yang harus aku lakukan, apakah aku pura – pura tak mengenalnya dan membiarkannya saja. Tapi aku dan dia terlibat dalam satu produksi, bagaimana bisa aku membiarkan dia sendirian berdiri di tepi jalan seperti itu.

“Minho-yah, dia adalah ibu dari putrimu.” Hati kecilku berkata.
“Tapi Minho, kau tak boleh mendekat padanya, semua orang mungkin saja akan  curiga kalau kau dekat – dekat dengannya. Jangan sampai tercipta skandal antara kau dan dia.”  Satu sisi hatiku tak memperbolehkanku untuk mendekat pada Sulli.

Minho menggeleng – gelengakan kepalanya, kemudian dia berjalan menuju mobilnya dan berniat mengabaikan Sulli.

“Toloooooong.” Tiba – tiba terdengar suara wanita menjerit meminta tolong.

Minho tak mempedulikannya dan mulai menjalankan mobilnya.
 

Embun's Heart Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea